Rujak Cingur
Sejarah Rujak Cingur
Kalau main ke Jawa Timur, terutama Kota Surabaya, kamu pasti nggak asing dengan masakan bernama rujak cingur. Dalam bahasa Jawa, cingur berarti mulut. Di rujak cingur memang disajikan irisan mulut atau moncong sapi yang direbus. Jangan cuma bisa menikmati rujak cingur, namun kamu juga harus mengetahui asal usul rujak yang satu ini.
JUGA KAYA AKAN SAYURAN
Selain ada irisan mulut atau moncong sapi, rujak cingur juga terdiri dari timun, kerahi (sejenis timun khas Jawa Timur), mangga muda, nanas, bengkuang, kendondong, juga ada tahu, tempe, lontong, taoge, kangkung, kacang panjang.
Semua bahan tadi disiram saus atau bumbu yang terbuat dari olahan petis udang, bawang goreng, campuran gula merah, cabai, kacang tanah, dan lain-lain. Bumbunya dibuat dengan cara diulek. Itulah sebabnya mengapa rujak cingur disebut rujak ulek. Sehingga, rujak petis juga kerap disebut rujak ulek. Tak ketinggalan, rujak cingur juga disajikan dengan taburan kerupuk dan dialasi daun pisang.
Rujak cingur biasanya disajikan dengan dua versi, yaitu penyajian biasa dan matengan. Penyajian biasa berarti semua bahan yang disebutkan di atas disajikan semuanya, sedangkan kalau matengan berarti hanya bahan-bahan matang yang disajikan, seperti lontong, tahu/tempe goreng, dan sayur yang telah digodok. Keduanya memakai bumbu yang sama.
AWALNYA DICICIPI OLEH RAJA FIRAUN HANYOKROWATI
Zaman dahulu kala di Masiran, bertahtalah raja Firaun Hanyokrowati. Pada hari ulang tahunnya, beliau memanggil seluruh juru masak istana untuk menyediakan masakan spesial untuk dirinya. Raja Firaun telah mencoba semua masakan yang telah dibuat untuknya, namun tidak ada yang cocok di lidah.
Tiba-tiba masuklah seoran punggawa kerajaan menghadap Raja Firaun dan mengatakan ada seseorang yang ingin menyajikan masakan untuk sang raja. Orang tersebut bernama Abdul Rozak dan ia menyajikan sebuah masakan yang dibungkus dengan daun pisang. Masakan tersebut sudah dicek oleh ahli kesehatan di kerajaan dan dipastikan aman. Setelah raja mencicipi masakan itu, ia pun makan dengan lahap dan keringatnya bercucuran saking pedasnya.
Abdul Rozak dihadiahi sebuah kapal laut yang mewah dan sebidang tanah, serta diangkat menjadi kepala juru masak istana. Tapi, ia menolak dan hanya mau menerima kapal laut untuk mengembara. Sang raja setuju asal ia mau memberikan resep masakan tersebut. Abdul Rozak pun mengembara dengan kapal laut dan mampir ke Tanjung Perak, Surabaya dan menyebarkan resep tersebut.
Karena di sana ia kesulitan mendapatkan cingur onta, ia pun mengganti cingur onta dengan cingur sapi yang ternyata menjadikan rasanya lebih sedap. Masyarakan di Surabaya pun berdatangan ke Abdul Rozak untuk mencicipi rujak tersebut. Karena warga sulit mengucapkan kata ‘rozak’, jadi mereka menamakan masakan ini ‘rujak cingur’.
0 komentar:
Posting Komentar